Ini Bukan Mimpi

Ini bukan di dunia dongeng... tapi ini dunia nyata.
Hampir 1 bulan sudah kujalani duniaku yang baru....

Suka duka kulewati, menanti kekasihku yang tak kunjung pulang
Tugas2 masih menunggu untuk dikerjakan, letih namun bosan kadang menghinggapiku

Aku menjalani kehidupan yang berbeda, namun aku bukanlah pribadi yang berbeda
Aku tetaplah aku yang melankolis plegmatis
Aku masih suka menulis, menggambar, membuat hal2 aneh, memenuhi dinding rumah dengan kreasiku
Aku hanyalah seseorang yang berusaha selalu bahagia bersamamu, dan selalu ingin membahagiakanmu

Meskipun tulisan ini takkan kau baca tanpa kusodorkan padamu
Walaupun dirimu jauh dari kata-kata romantis
Namun semakin lama kian kurasa besar cintamu padaku
Tak kuragukan lagi, satu bulan sudah cukup untuk kian memantapkanku

Teriring cinta melalui hembusan angin
Membawa bisikkan lembut dari sanubariku
"Aku sangat mencintaimu"
Lalu mengusik telingamu di ujung utara Boyolali...


* I miss u, honey... Cepat pulang yaa

formspring.me

Tanya apa saja, boleh.... :) http://formspring.me/ichachu

Phiti in a Misteriously Magic Town- Bagian 5: Pertemuan dengan Kerotti dan Teka-teki Kuburan Alwan

"Aswad mengincar Paman, Phiti. Paman ingin kau berjanji akan selalu berusaha menjaga dirimu baik-baik, apapun yang terjadi pada Paman. Paman sangat mencintaimu, Phiti," kata-kata Paman Rondey semalam terus terngiang-ngiang dalam benak Phiti. Semalaman Phiti tak sanggup memejamkan matanya. Pikirannya terus tertuju pada Paman Rondey. Keluarga satu-satunya yang ia miliki saat ini. Ia tak sanggup membayangkan harus kehilangan Paman Rondey. Rasanya pasti sangat sakit. Sakit sekali.

Phiti berjalan mengitari kediaman sementaranya bersama Paman, Meimei dan Pak Abyadh. Sebuah kastil unik berwarna oranye mencolok. Phiti heran, kenapa Paman dan Pak Abyadh memilih tempat persembunyian seperti ini. Sekali saja pasukan Aswad mampu menjebol pertahanan pulau ini, sudah pasti dengan mudahnya mereka ditemukan. Tapi Phiti yakin, orang secerdas Paman Rondey dan Pak Abyadh pasti berpikir panjang. Tentunya, banyak sekali hal yang tak ia ketahui dari pulau ini. Atau mungkin lebih tepatnya, sebenarnya ia tak tahu apa-apa sama sekali.

"Mengapa Aswad harus membunuh Paman Rondey?" Meimei bertanya setengah berbisik. Ini sudah lewat tengah malam.

"Ssssstt. Apakah kau yakin Phiti takkan mendengar?" Paman Abyadh melihat ke sekeliling dengan mata elangnya yang awas. Langkah mereka terdengar pelan sekali. Lebih mirip dengan suara langkah yang sedang mengendap-endap.

"Ia sudah tidur, Ayah. Lalu apa yang harus kita lakukan untuk menjaga Phiti?" Meimei bertanya dengan suara parau. Ia terdengar bingung dan ketakutan.

"Apapun. Kita harus memperkuat pertahanan di pulau ini," suara Pak Abyadh dan Meimei kemudian mulai menghilang, tak lagi mampu lagi ditangkap telinga Phiti yang menempel erat di pintu kamarnya. Jantung Phiti berdebar keras. Ingin sekali ia menangis saat itu. Ternyata, keselamatan Paman Rondey memang benar-benar terancam.

Phiti menghirup udara sejuk perbukitan sambil merentangkan kedua tangannya. Meskipun kepalanya penuh dengan sejuta permasalahan, kali ini ia merasa begitu nyaman. Ia terus menapaki jalan perbukitan yang terbentang di hadapannya. Tanpa disadarinya, ia telah sampai di puncak bukit itu. Ia lalu menoleh ke belakang. Kastil oranye mencolok itu terlihat seperti kue tart susun rasa jeruk. Phiti tertawa membayangkan dirinya dan Meimei berlari mengelilingi kue tart raksasa, sambil sesekali mencomot kue jeruk yang sangat lezat. Hmmmmm, pasti enak!

Pandangan Phiti kemudian tertuju pada pemandangan indah di depannya. Sebuah danau terlihat berkilauan terkena sinar matahari siang hari. Airnya tampak bening dan menyegarkan. Sebuah pohon rindang menaungi salah satu sisi danau itu. Phiti mendekat. Di sekeliling pohon itu, tumbuh beragam bunga-bunga indah dan rumput ilalang hampir setinggi badan Phiti. Kupu-kupu beterbangan, juga capung-capung. Phiti menari berputar-putar, berusaha menangkap kupu-kupu dan capung yang sesekali hinggap di atas kuntum bunga. Seketika bebannya terlepas, hilang. Kenangan-kenangan indah membayangi benaknya. Ia merasa sangat bahagia.

Taman yang penuh dengan bunga-bunga indah itu berakhir tepat di bawah sebuah pohon besar. Phiti menyipitkan matanya. Tampak sebuah daerah kecil berpagar yang dicat merah jambu. Ia mendekat. Sepertinya sebuah makam. Phiti menduga, itu adalah kuburan Alwan. Namun tak ada tulisan apapun pada papan kecil yang juga menurutnya tak tampak seperti nisan itu. Jadi, bangunan apakah ini? Benarkah ini kuburan Alwan?

"Kau pasti mengira ini adalah kuburan Alwan," sebuah suara membuat jantung Phiti terasa hampir copot.

Phiti in a Misteriously Magic Town- Bagian 4: Cerita Empat Bersaudara

"Phiti, kamu baik-baik saja?" Meimei menyeka kening Phiti yang basah oleh keringat. Phiti berusaha bangkit dari tempat tidurnya.

"Di mana Paman?" Phiti masih bingung dan asing dengan keadaan sekelilingnya.

"Tenanglah, Paman sudah dirawat oleh Ayahku," Meimei tersenyum.

"Sekarang, minumlah dulu. Kau baru saja sadar dari pingsanmu," Meimei lalu menyodorkan segelas minuman berwarna merah lembut.

"Apa ini?" Phiti ragu.

"Hanya teh rosella. Akan membuatmu merasa lebih segar," Meimei menyodorkannya kembali pada Phiti. Phiti meneguknya. Perasaannya menjadi lebih baik sekarang.

"Apakah ini Pulau Uqol?" tanya Phiti setelah menghabiskan teh rosellanya.

"Bagaimana kau tahu?" Meimei terkejut.

"Berarti mobil terbang itu tak salah arah," Phiti lega. Lagipula, dia sudah bertemu dengan Meimei. Di manapun dia berada sekarang, seharusnya dia tak perlu khawatir.

"Tentu, mobil terbang tak pernah salah arah. Ayahku perancang mobil nomor satu di kota ini," Meimei membanggakan diri.

"Tapi memang kami curiga begitu melihat mobil terbang kalian masuk ke wilayah ini dengan kecepatan yang tak wajar. Akhirnya kami mengejarnya. Untunglah, Ayah berhasil memberhentikannya sebelum kalian menabrak gunung," Meimei bercerita dengan semangat. Phiti tersenyum lemah. Ayah Meimei telah menjadi pahlawan baginya dan Paman.

"Sebenarnya, siapa yang menembakkan panah tak terlihat itu pada kami? Bagaimana bisa? Apakah Aswad dan sekutunya?" Phiti bertanya lagi. Meimei nampak terkejut. Ia tak menyangka Paman Rondey telah menceritakan begitu banyak hal pada Phiti.

"Hmmm. Aku tak tahu harus memulai cerita dari mana," Meimei nampak bingung. Phiti menghela nafas. Sepertinya, persoalan ini memang sangat rumit, hingga tak ada satupun orang yang bisa menceritakannya pada Phiti.

"Biar Paman saja yang menjelaskan. Paman masih berhutang banyak padamu, Phiti," suara Paman Rondey yang terdengar serak mengagetkan mereka berdua.

"Paman? Apa kau baik-baik saja?" Phiti berlari memeluk Paman Rondey.

"Ya, Sayang. Paman baik-baik saja. Aswad baru mampu menciptakan panahnya saja. Tidak racunnya. Peniru yang payah," Paman Rondey mengedipkan sebelah matanya pada Phiti. Phiti tersenyum lega. Setidaknya, mereka berdua sekarang baik-baik saja dan telah berada di tempat yang aman.

"Paman istirahat saja. Tak perlu memaksakan diri," Phiti membantu Paman Rondey merebahkan diri di atas sofa empuk bermotif daun pepaya. Paman Rondey tersenyum, lalu menggenggam tangan Phiti.

"Dulu kau yang sangat penasaran dan kami semua selalu berusaha menutupi cerita sebenarnya. Tapi sekarang, justru kami merasa inilah saat yang tepat bagimu untuk mengetahui semuanya," Paman Rondey menatap mata Phiti, tajam. Phiti melihat kilatan di mata Paman Rondey. Sepertinya ia benar-benar serius.

"Baiklah Paman. Aku siap mendengarkan," Phiti membetulkan posisi duduknya.

"Seperti kata Paman di mobil tadi. Paman akan memulai dari cerita Aswad dan sekutunya. Meimei, apabila ada yang kurang dari penjelasanku, tambahkanlah. Dan kau, Phiti. Jangan takut untuk bertanya. Kau harus benar-benar tahu SEMUANYA," Paman menatap Phiti dengan sangat serius. Suasana menjadi tegang. Sejak pertama menemukan keanehan, Phiti telah berusaha menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi, namun ia selalu gagal. Permasalahan ini terlalu rumit. Kini, Phiti akan mendapatkan jawaban dari semua kebingungannya.

Phiti in a Misteriously Magic Town- Bagian 3: Perjalanan Tengah Malam dengan Mobil Terbang Tak Tampak

"Aaaarghhh," Phiti terbangun dari tidurnya. Ia mengusap peluh yang membanjiri kening dan menetes hingga ke lehernya. Mimpi yang sungguh aneh. Phiti tak habis pikir. Segala hal yang ia alami di kota ini sungguhlah aneh, bahkan di alam mimpi!

Phiti baru saja hendak bangkit dari tempat tidur kayunya ketika kemudian suara Paman Rondey membuatnya kembali jatuh terjerembab di atas kasur karena kaget. Paman Rondey mendobrak keras pintu kamarnya dengan nafas terengah-engah. Wajahnya pucat pasti.

"Kita harus mengungsi. Sekarang!" tanpa berkata panjang lebar, Paman Rondey menarik lengan Phiti. Phiti berusaha keras menyamai langkah panjang dan kecepatan berjalan Paman Rondey yang sudah bisa dikatakan setengah berlari itu. Lalu ketika mereka telah mendekati balkon, Paman Rondey memperlambat langkahnya. Jemarinya pun sibuk memencet tombol pada sebuah remote kecil di tangannya. Phiti mendengar bunyi "Beep" pelan, kemudian Paman Rondey kembali menarik tangannya dengan sangat erat. Kali ini Phiti merasakan bahwa Paman Rondey menghentakkan kaki kemudian melompat tinggi, melompati pagar balkon. Hei, tunggu! Mereka saat ini berada di lantai dua!

Tubuh Phiti yang ringan terasa semakin ringan saat melayang di udara. Beberapa detik saja Phiti merasakan sensasi mendebarkan dan "Buk!", tiba-tiba ia merasakan seperti terduduk di atas busa yang empuk. Namun saat melihat ke sekeliling, tak ada suatu apapun yang menyangga mereka. Ia terduduk di sebuah kursi tak tampak!

"Ini adalah Mobil Terbang Tak Tampak. Sebentar lagi, kita pun akan menjadi manusia tak tampak," Paman Rondey pun memencet tombol di remote itu lagi. Phiti sungguh bingung. Mobil tak tampak? Bagaimana mungkin mengendarai sesuatu yang tak tampak dengan badan yang tak tampak pula?

Semua Berawal dari Mimpi

Nothing impossible


Impossible is nothing

Itulah hukum di negeri dongeng.
Lalu, apakah gunanya di alam nyata ini?

Sedikit demi sedikit, khayalan itu bisa menjadi inspirasi manusia dan akhirnya menjadi nyata.

  1. Sebuah benda yang sangat berat dapat melayang di udara, bahkan membawa manusia ke luar angkasa. Seperti mimpi bukan?
  2. Sebuah benda kecil yang bisa dibawa ke mana-mana, lalu dengan hanya meletakkannya di telinga, kita bisa mendengar suara orang lain yang jaraknya ratusan ribu bahkan jutaan kilometer dari kita. Ajaib!
  3. Malam yang pada fitrahnya gelap gulita, saat ini bisa menjadi gemerlapan bahkan melebihi di siang hari. Luar biasa!

Kalau ada yang berkhayal untuk itu semua, lalu ada yang mewujudkannya, kenapa kita tidak?
So, mari berkhayal!
Oya, jangan lupa terus berupaya mewujudkannya, jika itu mungkin. Tapi, ingat lagi hukum di negeri dongeng...
^_^



Phiti in a Misteriously Magic Town- Bagian 2: Meimei dan Rumah Pohon Kelapa

"Paman, Phiti pulang," ujar Phiti begitu masuk ke rumah. Phiti melempar tasnya sembarang, maksudnya adalah membiarkannya tergeletak di atas sofa empuk Paman Rondey. Tapi tiba-tiba, sebuah tangan sigap menangkapnya dan "Buk!" tangan itu melemparkannya kembali, hampir saja mengenai muka Phiti.

"Argggh," Phiti membanting tasnya kesal. Ia mencari sosok yang tadi telah berani melempar tas itu ke wajahnya. Namun ia tak melihat sosok yang cukup kekar dan meyakinkan baginya untuk dapat melakukan hal itu hanya dalam hitungan detik saja. Yang ia dapati hanyalah seorang gadis mungil berpita merah jambu yang sedang asyik mengunyah apel sambil membaca sebuah buku dongeng.

"Siapa kamu?" Phiti bertanya ragu. Gadis itu mendongak, mulutnya masih sibuk mengunyah apel.

"Meimei," jawabnya dengan mulut penuh kunyahan apel.

"Oke. Meimei, apa yang kau lakukan di sini dan mengapa kau melempar tas ke wajahku?" Phiti menunjuk ke arah wajahnya yang merah padam karena kesal.

"Aku sedang membaca buku," kali ini Meimei menjawab tanpa melihat Phiti.

"Ah, ya sudahlah. Terserah kau saja," Phiti kesal melihat sikap Meimei yang terlalu cuek itu. Tidak merasa bersalah sudah hampir saja membuat tas Phiti mendarat di wajahnya. Sekali lagi Phiti mengingat keanehan orang-orang di kota ini. Hanya butuh membiasakan diri saja, Phiti. Mungkin semua orang memang begitu.

"Phiti, aku mencarimu," ujar Meimei ketika Phiti yang bersungut-sungut hendak naik ke kamarnya di lantai 2. Phiti menghentikan langkahnya. Ia masih sangat kesal dengan gadis itu.

"Apa aku mengenalmu?" ujar Phiti ketus.

"Mungkin kau tak mengenal kami. Tapi kami semua mengenalmu," ujar Meimei santai. Phiti terkejut. Apa maksud dari perkataannya. "Kami semua mengenalmu." Siapa yang dia maksud dengan semua?