Phiti in a Misteriously Magic Town- Bagian 3: Perjalanan Tengah Malam dengan Mobil Terbang Tak Tampak

"Aaaarghhh," Phiti terbangun dari tidurnya. Ia mengusap peluh yang membanjiri kening dan menetes hingga ke lehernya. Mimpi yang sungguh aneh. Phiti tak habis pikir. Segala hal yang ia alami di kota ini sungguhlah aneh, bahkan di alam mimpi!

Phiti baru saja hendak bangkit dari tempat tidur kayunya ketika kemudian suara Paman Rondey membuatnya kembali jatuh terjerembab di atas kasur karena kaget. Paman Rondey mendobrak keras pintu kamarnya dengan nafas terengah-engah. Wajahnya pucat pasti.

"Kita harus mengungsi. Sekarang!" tanpa berkata panjang lebar, Paman Rondey menarik lengan Phiti. Phiti berusaha keras menyamai langkah panjang dan kecepatan berjalan Paman Rondey yang sudah bisa dikatakan setengah berlari itu. Lalu ketika mereka telah mendekati balkon, Paman Rondey memperlambat langkahnya. Jemarinya pun sibuk memencet tombol pada sebuah remote kecil di tangannya. Phiti mendengar bunyi "Beep" pelan, kemudian Paman Rondey kembali menarik tangannya dengan sangat erat. Kali ini Phiti merasakan bahwa Paman Rondey menghentakkan kaki kemudian melompat tinggi, melompati pagar balkon. Hei, tunggu! Mereka saat ini berada di lantai dua!

Tubuh Phiti yang ringan terasa semakin ringan saat melayang di udara. Beberapa detik saja Phiti merasakan sensasi mendebarkan dan "Buk!", tiba-tiba ia merasakan seperti terduduk di atas busa yang empuk. Namun saat melihat ke sekeliling, tak ada suatu apapun yang menyangga mereka. Ia terduduk di sebuah kursi tak tampak!

"Ini adalah Mobil Terbang Tak Tampak. Sebentar lagi, kita pun akan menjadi manusia tak tampak," Paman Rondey pun memencet tombol di remote itu lagi. Phiti sungguh bingung. Mobil tak tampak? Bagaimana mungkin mengendarai sesuatu yang tak tampak dengan badan yang tak tampak pula?

Kebingungan Phiti terjawab begitu terdengar bunyi "Beep" yang cukup keras dari remote itu. Perlahan-lahan tubuh Phiti dan Paman Rondey menjadi tak tampak. Namun begitu tubuh mereka menjadi benar-benar lenyap, mobil yang awalnya tak tampak tadi tiba-tiba muncul, menaungi Phiti dan Paman Rondey yang juga secara perlahan mulai tampak kembali. Phiti bisa melihat keindahan desain interior mobil terbang ini. Nuansa warnanya lembut, didominasi warna pastel. Dindingnya bercorakkan rangkaian bunga. Ada sebuah layar kecil di atas kaca depannya. Sebuah gambar yang mirip peta perjalanan nampak di sana. Paman Rondey memencet sebuah tombol di samping layar itu, kemudian mengucapkan kata-kata yang sama sekali asing di telinga Phiti. Sebuah sandi sepertinya. Beberapa detik kemudian, kaca depan mobil berubah menjadi seperti sebuah layar televisi yang menanyangkan berbagai acara. Di hadapan Phiti pun muncul sebuah meja kayu pendek dengan ukiran burung elang yang sangat besar di atasnya. Phiti hampir terlonjak karena kaget ketika dari sebelahnya muncul sebuah nampan berisi makanan dan minuman kesukaannya. Tart keju dan milkshake coklat.

"Nikmatilah perjalanan ini, Phiti," Paman Rondey yang sedang sibuk membuka kulit kacang mengedipkan matanya.

"Paman, aku sungguh semakin bingung. Ada banyak sekali pertanyaan di kepalaku. Berputar-putar sedemikian kerasnya hingga aku pusing," keluh Phiti. Ia dengan ragu, mencoba menyeruput milkshake coklat yang tersedia, berharap pikirannya bisa kembali jernih.

"Sudahlah, kau pasti akan suka dengan semua ini. Tanpa kujawab, kau akan tahu sendiri jawabannya," ujar Paman Rondey santai. Phiti menghela nafas panjang.

"Baiklah Paman. Tapi izinkan aku bertanya satu hal," Phiti menatap Paman Rondey.

"Apa, Phiti?"

"Mengapa kita harus pergi tengah malam begini? Mau ke mana kita?" tanya Phiti dengan raut wajah memelas dan kebingungan.

"Itu dua pertanyaan, Sayang," Paman Rondey terkekeh.

"Paman..."

"Aswad, Sang Raja Cakar mengirimkan mata-matanya untuk mengintai Paman. Ia sungguh ingin mencari tahu strategi dan kekuatan yang kami miliki untuk melawan dia dan sekutu-sekutunya. Lebih dari itu, dia juga mengirimkan pasukannya untuk membuat onar" ujar Paman Rondey geram.

"Kita harus mengungsi ke tempat yang takkan diketahuinya. Sewaktu Paman mendobrak kamar tidurmu, pasukan Aswad sudah menguasai lantai satu rumah kita," ujar Paman Rondey. Ia kemudian meneguk kopi pahit kesukaannya.

"Tempat yang teraman hingga saat ini adalah Pulau Uqol."

"Mengapa mereka ingin menguasai rumah kita, Paman? Apakah Aswad ingin menculik Paman? Lalu bagaimana dengan yang lainnya, seperti Meimei dan Ayahnya?" tanya Phiti dengan raut wajah penuh keingintahuan.

"Mereka juga mengungsi."

"Dengan mobil tak tampak juga? Apa semua warga Kota Ceem Enk punya mobil tak tampak?" Phiti terus memberondong Paman Rondey dengan pertanyaannya.

"Phiti, ini sudah sangat lebih dari sekedar satu pertanyaan," Paman Rondey berlagak kesal.

"Ini sungguh membingungkan, Paman. Aku tak tahan jika harus terus diam dan tidak bertanya pada Paman," Phiti memanyunkan bibirnya. Paman Rondey tertawa.

"Hanya Paman dan Pak Abyadh yang punya mobil terbang. Karena kami yang menemukannya. Mobil terbang ini hanya bisa dilihat oleh orang yang berada di dalam mobil terbang," Paman Rondey menjelaskan perlahan-lahan.

"Lalu nasib orang-orang lain?" Phiti masih penasaran.

"Aswad hanya mengejar manusia. Para potty hanya dianggap sebagai boneka penghias kota, sama sekali tak berbahaya untuknya," ujar Paman Rondey sambil mengaduk-aduk kopinya yang hampir habis.

"Potty?" Phiti memperjelas apa yang baru saja didengarnya. Paman Rondey terkejut. Sepertinya ia salah telah berbicara terlalu banyak.

"Ceritanya panjang dan rumit, Phiti. Mungkin, dengan lamanya perjalanan kita ini pun tak cukup panjang untuk menjelaskan semuanya," Paman Rondey menyandarkan punggungnya pada sofa.

"Tapi Paman kan bisa menceritakan sebagiannya dulu. Yang paling penting. Setidaknya, hingga membuatku tidak memberondong Paman dengan pertanyaan lagi," Phiti tersenyum malu. Paman Rondey tertawa kecil.

"Baiklah. Dimulai dari penjelasan mengenai Aswad dan sekutunya, serta hubungannya dengan Pak Abyadh," Paman Rondey mengawali ceritanya. Phiti sudah siap mendengarkan, namun tiba-tiba angin kecil berhembus kencang di depan wajahnya dan "Clep!" terdengar suara aneh. Seperti benda tajam yang menembus sesuatu.

"Aaaaargggg," Paman Rondey memegang dada kanannya, kesakitan.

"Pamaaaaan!" Phiti berteriak histeris. Ia kemudian meraba dada Paman Rondey yang terlihat sama saja seperti sebelumnya. Namun saat ia meraba dengan teliti, terasa ada suatu benda runcing menancap di dada Paman Rondey. Perlahan ia mencabutnya. Sebuah panah tak tampak! Lalu sedetik kemudian Paman Rondey pun terkulai lemas di atas sofa.

"Tidaaaaaaaaaaaak! Tolong aku," Phiti pun terisak. Ia dengan Paman Rondey yang terbaring tak sadarkan diri berada dalam sebuah mobil terbang tak tampak yang berjalan otomatis. Apakah mobil ini sudah menuju arah yang benar? Seberapa lama lagi mereka akan sampai. Pikiran Phiti kacau, kepalanya pusing. Ia merasaka pandangannya berkunang-kunang hingga, "Clep!" Sebuah panah tak tampak di punggungnya. Lalu semuanya menjadi gelap.
0 Responses