Phiti in a Misteriously Magic Town- Bagian 4: Cerita Empat Bersaudara

"Phiti, kamu baik-baik saja?" Meimei menyeka kening Phiti yang basah oleh keringat. Phiti berusaha bangkit dari tempat tidurnya.

"Di mana Paman?" Phiti masih bingung dan asing dengan keadaan sekelilingnya.

"Tenanglah, Paman sudah dirawat oleh Ayahku," Meimei tersenyum.

"Sekarang, minumlah dulu. Kau baru saja sadar dari pingsanmu," Meimei lalu menyodorkan segelas minuman berwarna merah lembut.

"Apa ini?" Phiti ragu.

"Hanya teh rosella. Akan membuatmu merasa lebih segar," Meimei menyodorkannya kembali pada Phiti. Phiti meneguknya. Perasaannya menjadi lebih baik sekarang.

"Apakah ini Pulau Uqol?" tanya Phiti setelah menghabiskan teh rosellanya.

"Bagaimana kau tahu?" Meimei terkejut.

"Berarti mobil terbang itu tak salah arah," Phiti lega. Lagipula, dia sudah bertemu dengan Meimei. Di manapun dia berada sekarang, seharusnya dia tak perlu khawatir.

"Tentu, mobil terbang tak pernah salah arah. Ayahku perancang mobil nomor satu di kota ini," Meimei membanggakan diri.

"Tapi memang kami curiga begitu melihat mobil terbang kalian masuk ke wilayah ini dengan kecepatan yang tak wajar. Akhirnya kami mengejarnya. Untunglah, Ayah berhasil memberhentikannya sebelum kalian menabrak gunung," Meimei bercerita dengan semangat. Phiti tersenyum lemah. Ayah Meimei telah menjadi pahlawan baginya dan Paman.

"Sebenarnya, siapa yang menembakkan panah tak terlihat itu pada kami? Bagaimana bisa? Apakah Aswad dan sekutunya?" Phiti bertanya lagi. Meimei nampak terkejut. Ia tak menyangka Paman Rondey telah menceritakan begitu banyak hal pada Phiti.

"Hmmm. Aku tak tahu harus memulai cerita dari mana," Meimei nampak bingung. Phiti menghela nafas. Sepertinya, persoalan ini memang sangat rumit, hingga tak ada satupun orang yang bisa menceritakannya pada Phiti.

"Biar Paman saja yang menjelaskan. Paman masih berhutang banyak padamu, Phiti," suara Paman Rondey yang terdengar serak mengagetkan mereka berdua.

"Paman? Apa kau baik-baik saja?" Phiti berlari memeluk Paman Rondey.

"Ya, Sayang. Paman baik-baik saja. Aswad baru mampu menciptakan panahnya saja. Tidak racunnya. Peniru yang payah," Paman Rondey mengedipkan sebelah matanya pada Phiti. Phiti tersenyum lega. Setidaknya, mereka berdua sekarang baik-baik saja dan telah berada di tempat yang aman.

"Paman istirahat saja. Tak perlu memaksakan diri," Phiti membantu Paman Rondey merebahkan diri di atas sofa empuk bermotif daun pepaya. Paman Rondey tersenyum, lalu menggenggam tangan Phiti.

"Dulu kau yang sangat penasaran dan kami semua selalu berusaha menutupi cerita sebenarnya. Tapi sekarang, justru kami merasa inilah saat yang tepat bagimu untuk mengetahui semuanya," Paman Rondey menatap mata Phiti, tajam. Phiti melihat kilatan di mata Paman Rondey. Sepertinya ia benar-benar serius.

"Baiklah Paman. Aku siap mendengarkan," Phiti membetulkan posisi duduknya.

"Seperti kata Paman di mobil tadi. Paman akan memulai dari cerita Aswad dan sekutunya. Meimei, apabila ada yang kurang dari penjelasanku, tambahkanlah. Dan kau, Phiti. Jangan takut untuk bertanya. Kau harus benar-benar tahu SEMUANYA," Paman menatap Phiti dengan sangat serius. Suasana menjadi tegang. Sejak pertama menemukan keanehan, Phiti telah berusaha menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi, namun ia selalu gagal. Permasalahan ini terlalu rumit. Kini, Phiti akan mendapatkan jawaban dari semua kebingungannya.

"Kisah ini bermula dari empat bersaudara, yaitu Aswad, Uqol, Romadiy, dan Alwan. Mereka hidup sejak kecil bersama di sebuah kastil megah milik ayah mereka, yang hingga saat ini tak ada yang tahu siapa namanya. Semua orang hanya memanggilnya dengan sebutan Bapak. Ibunya bernama Miun, seorang wanita yang cantik dan berhati lembut. Ia begitu menyayangi dan memperhatikan anak-anaknya. Aswad adalah anak tertua. Sifatnya keras dan kasar. Ia mudah tersinggung dan marah jika diganggu. Meskipun demikian, ia adalah seorang kakak yang bertanggungjawab terhadap adik-adiknya. Uqol adalah anak kedua. Ia sulit diatur, tetapi ia sangat cerdas. Prestasinya di sekolah sangat gemilang. Bapak sangat menyayanginya. Akan tetapi, Uqol dan Aswad sering bertengkar karena perbedaan pendapat. Pandangan mereka terhadap sesuatu seringkali bertolak belakang. Karena Bapak sangat menyayangi Uqol, maka seringkali Aswad harus mengalah dari Uqol. Oleh karena itu, Aswad tidak begitu menyukai Uqol," Paman mengambil nafas sejenak. Tatapan matanya menerawang jauh.

"Romadiy adalah anak ketiga. Ia anak yang paling penurut. Sayangnya, ia mudah terpengaruh. Aswad memanfaatkan sifat adiknya ini untuk mencari dukungan. Diam-diam, Aswad mencari cara untuk mengalahkan Uqol dan menjebaknya, agar Bapak tidak lagi membangga-banggakannya. Aswad memang menyimpan iri pada Uqol. Romadiy dipengaruhi Aswad agar juga membenci Uqol. Romadiy selalu mengikuti perintah Aswad. Tapi di sisi lain, sebenarnya ia juga menyayangi Uqol, karena Uqol bersikap baik padanya. Rasa takutnya pada Aswad yang senang sekali mengancam itulah yang membuat Romadiy ikut serta menyusun rencana jahat bagi Uqol," Paman Rondey lalu terdiam lama. Phiti gelisah. Ia tak sabar menunggu cerita selanjutnya.

"Paman akan melanjutkan cerita mengenai Alwan?" Phiti bertanya dengan hati-hati. Meimei memandang ke arah Phiti, kemudian meletakkan telunjuknya di depan bibir, menyuruh Phiti untuk tak banyak bicara. Phiti pun terdiam. Mungkin ada kenangan tersendiri yang membuat Paman Rondey sulit untuk melanjutkan ceritanya.

"Hahhh, kenangan masa lalu itu memang terkadang sulit dilupakan," Paman Rondey terlihat mengusap linangan air di pelupuk matanya. Rupanya, memang ada kenangan tersendiri bagi Paman dalam kisah ini.

"Baiklah, kita lanjutkan," Paman Rondey memulai lagi.

"Dari keempat bersaudara itu, hanya ada satu anak perempuan, yaitu Alwan. Dia adalah perempuan yang lembut, baik hati, dan ramah. Wajahnya sangat mirip dengan Miun, ibunya. Cantik dan bermata indah. Semua orang mencintainya, kecuali Bapak. Karena akibat kelahiran Alwan, Miun meninggal dunia. Ya, Miun meninggal beberapa saat setelah melahirkan Alwan. Oleh karena itu, Bapak sangat tidak peduli pada Alwan. Setelah ia cukup besar, semua tanggungjawab rumah tangga yang tadinya dikerjakan oleh ibunya dengan dibantu oleh beberapa pelayan, kini semuanya dibebankan pada Alwan dan tak siapapun boleh membantunya. Uqol adalah kakak yang paling menyayangi Alwan. Diam-diam, ia membantu Alwan mencuci piring, memotong rerumputan yang panjang, menyiram bunga, dan juga memasak. Bapak tidak pernah berpikiran buruk pada Uqol, sehingga ia tak sedikitpun mencurigainya. Uqol juga mengajarkan beberapa pelajaran bagi Alwan, sehingga di kelasnya, Alwan selalu menjadi nomor satu. Semua laki-laki tertarik pada kepintaran dan kebaikan hati Alwan. Namun tidak semua mengetahui kehidupan Alwan yang menderita, kecuali Paman," Paman lalu terdiam lagi. Ternyata benar. Ada hubungan antara Paman Rondey dan Alwan.

"Kami bersahabat dekat. Alwan juga yang memperkenalkan Paman Pada Bibi Petty. Uqol juga sangat mempercayai Paman dan selalu meminta Paman untuk menjaga Alwan. Tapi Paman sungguh menyesal karena tak dapat menjalankan amanah itu dengan baik," kali ini Paman Rondey terisak. Phiti jadi bingung harus berbuat apa. Ia menatap Meimei yang juga tengah menatap dirinya. Meimei hanya menggelengkan kepala, tak tahu juga harus bagaimana.

"Sudahlah Ron, itu bukan salahmu," tiba-tiba Pak Abyadh, Ayah Meimei datang membawa sapu tangan dan menepuk lembut bahu Paman Rondey. Paman langsung meraih sapu tangan itu dan mengekuarkan lendir dari hidungnya dengan suara keras. Phiti hanya terdiam menyaksikan semua itu.

"Bolehkan aku melanjutkan ceritamu, Ron?" Pak Abyadh bertanya lembut. Paman mengangguk lemah.

"Suatu ketika, Uqol menyuruh Alwan tinggal di rumah Paman Rondey. Ia tampak tergesa-gesa. Rupanya, Aswad telah menyiapkan sebuah serangan tersembunyi dan jebakan bagi Uqol. Kemarahan Aswad ini dipicu oleh pernyataan Bapak bahwa seluruh hartanya akan ia serahkan pada Uqol, jika ia mati nanti. Aswad tidak bisa menerima itu. Pengorbanannya bagi keluarga tak dihargai sama sekali oleh Bapak. Akhirnya ia menyiapkan perangkap untuk menghancurkan Uqol," Pak Abyadh terdiam sejenak. Raut wajahnya gundah. Sepertinya, cerita ini sangatlah tidak mengenakkan.

"Uqol mengira, Aswad akan membunuhnya atau mencelakakannya. Maka dari itu, ia meminta Paman Rondey untuk menjaga Alwan karena khawatir akan keselamatannya jika ikut pergi bersama Uqol. Tapi ternyata, dugaannya itu meleset. Aswad tidak sepenuhnya mengincar Uqol, tetapi juga Alwan. Karena ia tahu bahwa Alwan adalah adik kesayangan Uqol," Pak Abyadh menarik nafas panjang.

"Aku tak bisa membayangkan bagaimana licik dan kejamnya Aswad itu," Phiti berkomentar, polos. Semua mata tertuju ke arahnya. Phiti menutup rapat kedua mulutnya dengan tangan. Ia merasa salah telah berkomentar seperti itu.

"Komentarmu itu tidak salah, Phiti. Dia memang seperti itu dan kau memang tidak akan pernah bisa membayangkannya. Apalagi saat ini," Paman Rondey bersuara lagi. Suaranya terdengar parau.

"Ya. Ketika Alwan tahu bahwa Aswad merencanakan hal jahat pada Uqol, ia berusaha pergi dari rumah Paman Rondey. Pamanmu sudah mencegahnya, namun ternyata, suara teriakan Alwan tedengar oleh sekutu Aswad yang sedang mencarinya. Ia pun diculik dan dibawa ke suatu tempat bernama Gunung Ceem Enk," Pak Abyadh meneruskan ceritanya.

"Tunggu! Itu seperti nama kota kita," Phiti menyela pembicaraan.

"Ya, kau benar!" ujar Meimei.

"Pulau ini pun bernama Uqol. Nanti kau juga bisa menemukan sebuah danau bernama Alwan," ujar Pak Abyadh. Phiti mengangguk-angguk, berusaha menghubungkan cerita Paman dan Pak Abyadh dengan apa yang pernah ia temui.

"Bapak memiliki sebuah mangkuk kesayangan. Ia mempercayai bahwa segala sumber kebaikan adalah karena mangkuk itu. Semua orang menganggap ia gila, tapi tak ada yang berani menentangnya. Dulu, saat membersihkan kamar, Alwan pernah menyentuhnya karena kagum akan ukiran indah yang menghiasinya. Ketika mengetahui hal tersebut, Bapak langsung mengunci Alwan di gudang selama 10 hari sebagai hukuman. Tak ada satupun yang boleh mengusiknya."

"Pada malam penjebakan itu, Aswad telah berhasil mencuri mangkuk itu dan membawanya ke Gunung Ceem Enk, tempat Alwan diculik. Lalu ketika Bapak menyadari bahwa mangkuknya hilang, Aswad datang dengan muka seakan tanpa dosa, mengatakan bahwa ia tahu siapa yang mencurinya. Ia pun membawa Bapak ke Gunung Ceem Enk dan merekayasa keadaan, seolah-olah Alwan yang telah mencurinya dan menyembunyikannya di tempat itu. Bapak marah besar. Ia bersumpah akan membunuh Alwan dengan tangannya sendiri, saking marahnya. Bertepatan dengan itu, Uqol berhasil tiba di Gunung Ceem Enk setelah Paman Rondey memberitahu kejadian penculikan Alwan. Uqol sangat marah dengan sumpah Bapak yang sungguh tidak seharusnya diucapkan seorang ayah pada anaknya. Akhirnya ia mengambil mangkuk yang saat itu masih berada di tangan Alwan yang gemetar, lalu membantingnya hingga pecah. Amarah Bapak meledak-ledak. Ia pun mendorong Alwan hingga terjerembab dan berguling di tanah. Sungguh malang nasib Alwan. Sebuah petir merubuhkan pohon beringin dan tepat jatuh di atas tubuhnya yang mungil. Ia pun benar-benar meninggal akibat ayahnya sendiri," Pak Abyadh bergidik, ngeri membayangkan kejadian itu. Paman Rondey terisak lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya.

"Bapak tak begitu bersedih dengan kematian Alwan. Sudah jelas, Uqol merasa hancur dengan kejadian itu. Apalagi ia pun kehilangan harta dan kepercayaan ayahnya yang kini diserahkan sepenuhnya pada Aswad. Uqol lalu menyendiri di sebuah pulau, yaitu pulau ini. Ia membawa serta tubuh mungil Alwan dan menguburkannya di dekat sebuah danau, yang diberi nama Danau Alwan. Dengan kecerdasannya, Uqol membuat sebuah proteksi khusus terhadap pulau ini. Hanya Paman Rondey yang diberi kepercayaan untuk memasukinya. Dan Paman Rondey mempercayaiku juga, untuk membantunya. Maka hanya kami berdua yang tahu cara mengakses pulau ini," tutur Pak Abyadh mengakhiri ceritanya dengan wajah pucat. Meimei pun menghampiri Pak Abyadh sambil membawakan segelas jus leci kesukaannya sambil menyeka keringat yang bercucuran. Hati Phiti sungguh tak menentu. Ternyata memang masalahnya sangat rumit. Ini baru saja tentang empat bersaudara itu, belum lagi permasalahan lainnya yang membuat mereka harus mengungsi dan masih banyak lagi. Ia belum mendapatkan jawaban dari keanehan orang-orang di Kota Ceem Enk. Pernyataan Meimei tentang dirinya yang telah dikenal semua orang. Makhluk aneh di rumah Meimei, keahlian Paman Rondey mebuat Cotty dan Potty-yang kedua bahkan Phiti belum tahu maksudnya- Oh, tolong! Phiti sungguh butuh waktu untuk mencerna semua ini.
0 Responses