Phiti in a Misteriously Magic Town- Bagian 1: Hari Pertama Sekolah yang Aneh

"Perkenalkan, namaku Phiti," Phiti mengulurkan tangan mungilnya pada sosok di depannya. Sosok itu terdiam, kaku. Tangan kanannya maju sedikit demi sedikit dan akhirnya menyambut uluran ramah Phiti.

"Aku Kerotti. Panggil saja aku Rotti," jawabnya sambil tersenyum. Namun bagi Phiti, senyuman itu tetap saja aneh. Kaku dan dingin.

"Nama yang unik. Kalau di daerahku, itu berarti makanan. Bagaimana cara menulis namamu?" Phiti mencoba mencairkan suasana. Rotti mengambil pulpennya yang berwarna perak menyala, dengan bulu angsa di ujungnya. Phiti menyipitkan mata, mencoba membaca tulisan kecil yang terukir di batangnya.

"Kerotti Phowpow."

Kecepatan tangan Rotti menulis bersamaan dengan mata Phiti yang dapat menangkap ukiran di batang pena itu. Tulisannya pun sama persis. "Kerotti Phowpow".

"Apa artinya?" Phiti bertanya ramah. Rotti berdehem, sepertinya dia sedikit terganggu dengan pertanyaan Phiti yang bertubi-tubi.

"Tak ada dalam kamus," jawab Rotti singkat.

"Tak pernah bertanya pada Ayahmu?" Phiti masih terus bertanya.

"A...a...ayah? Siapa itu?" Rotti tampak bingung. Phiti terkejut. Ia jadi ikut bingung.

"Selamat pagi anak-anak! Kita mulai pelajaran hari ini dengan pelajaran menulis," suara Bapak Key-kalau tidak salah yang berdiri di depan kelas sana, menghentikan perbincangan Phiti dan Rotti. Guru menulis, kata Paman Phiti, bernama Bapak Key. Rambutnya hitam mengkilat, hidungnya mancung, badannya tegap, dan selalu membawa tongkat kecil-seperti tongkat sihir di tangannya. Kata Paman, Bapak Key tidak galak. Memang wajahnya sangar dan tampak kurang bersahabat. Tapi justru Bapak Key adalah guru kesayangan anak-anak di Sekolah Blueberry.

Phiti mengikuti pelajaran di kelas dengan bersemangat. Tapi anehnya, sebagai murid baru, kenapa tidak ada satupun guru yang menyuruh Phiti memperkenalkan diri pada teman-temannya di depan kelas? Ah, ya sudahlah. Phiti juga tidak berharap mendadak jadi terkenal. Apa mungkin memang tidak ada yang menyadari kehadirannya?

Hari pertama Phiti di sekolah, semakin memperjelas kesan Phiti terhadap kota kecil yang aneh ini. Sunyi, dingin, kaku, tidak bersahabat. Seandainya Paman tidak memintanya untuk ikut bersama saat pemakaman Bibi Petty, Phiti tidak akan pernah menginjakkan kaki di kota ini. Tak apa, ini semua demi Paman Rondey. Mungkin Phiti hanya butuh sedikit waktu untuk beradaptasi. Semoga saja hari ini memang bukanlah hari terbaik Phiti dan masih ada hari-hari menyenangkan di depan sana. Setidaknya, sebelum dia bertemu Aswad, Raja Cakar yang berwarna hitam kelam.
0 Responses